Kebebasan Berserikat Buruh PWI Dipertanyakan, Siapa yang Bermain?
Kabar Rembang – Selasa ( 23/09/2025 ) Isu kebebasan berserikat kembali menjadi sorotan di kalangan buruh Parkland World Indonesia (PWI). Sejumlah pekerja mengeluhkan adanya praktik yang dianggap menghambat ketika mereka hendak berpindah serikat dari organisasi lama ke Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI ’92).
Keluhan tersebut muncul lantaran buruh yang ingin keluar dari serikat lama, seperti Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) maupun Serikat Pekerja Nasional (SPN), seringkali dipersulit. Salah satu bentuknya adalah kewajiban menulis surat pengunduran diri dengan tulisan tangan. Padahal, aturan hanya mensyaratkan adanya pemberitahuan tertulis tanpa format khusus.
Lebih jauh, ada pula kasus di mana pengunduran diri buruh tetap ditolak meskipun syarat administrasi sudah dipenuhi. Alasannya, keputusan tersebut belum disetujui ketua serikat lama.
“Kami menilai hal ini bertentangan dengan regulasi. Seharusnya pekerja cukup menyampaikan pemberitahuan. Tidak perlu menunggu izin dari serikat sebelumnya,” tegas Adrian, Ketua PBSI ’92 Komisariat PWI.
Adrian menambahkan, praktik semacam itu jelas melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, khususnya Pasal 13 yang menegaskan kebebasan setiap pekerja untuk menentukan pilihan serikatnya.
Kondisi ini dikhawatirkan dapat menimbulkan gesekan antarburuh di lapangan. “Hak untuk berserikat tidak boleh diintervensi. Pekerja berhak menentukan pilihannya tanpa tekanan dari pihak manapun,” ungkap salah seorang buruh yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Polemik yang terjadi di tubuh buruh PWI ini kini menjadi perhatian publik. Selain menyangkut hak dasar pekerja, kasus ini juga memunculkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang sedang bermain di balik kisruh kebebasan berserikat tersebut?