Oknum Anggota Dewan Tuding Wartawan Provokator, Ketua PWI Rembang angkat bicara
“Wartawan bekerja bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan publik. Jadi, tuduhan wartawan sebagai provokator jelas keliru dan menyesatkan,” tegas Musyafa, Senin (01/09/2025).
Menurutnya, dalam dunia jurnalistik perbedaan pandangan narasumber yang dimuat dalam berita merupakan bagian dari prinsip keberimbangan. Hal itu tidak bisa dimaknai sebagai upaya memprovokasi.
Lebih lanjut, Musyafa menegaskan, jika ada pihak yang keberatan dengan pemberitaan, sebaiknya menempuh mekanisme resmi melalui hak jawab. “Jangan sampai menyelesaikan dengan tuduhan atau intimidasi. Cara yang benar adalah hak jawab, bukan kekerasan verbal,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pejabat publik memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga sikap. “Gaji pejabat berasal dari rakyat. Jadi, mohon lebih sabar menghadapi kritik. Satu kata arogan justru bisa memperbesar persoalan,” imbuhnya.
Musyafa menambahkan, pers memiliki empat fungsi utama: menyampaikan informasi, menjadi kontrol sosial, memberikan hiburan, serta memberikan pendidikan. “Semoga semua pihak memahami peran pers, sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman,” ujarnya.
Sebelumnya, insiden bernuansa intimidasi verbal dialami tiga wartawan anggota PWI Rembang saat meliput Karnaval HUT ke-80 RI di depan panggung kehormatan, Sabtu (30/8/2025). Oknum anggota DPRD Rembang berinisial D dari Dapil Rembang Timur diduga melontarkan ejekan “provokator” kepada mereka.
Atas kejadian itu, Ketua DPRD Rembang, Abdul Ro’uf, menyampaikan permohonan maaf. Ia menegaskan bahwa kasus tersebut akan ditindaklanjuti melalui mekanisme Badan Kehormatan (BK) DPRD. “Kami sesalkan peristiwa ini. Nanti akan ada pembinaan dan peringatan sesuai prosedur,” tandasnya.