“Turun Gunung” Karya Abdul Chamim Terjual Rp27,5 Juta — Ketika Lukisan dari Rembang Menginspirasi Kapolres dan Menghidupkan Semangat Seni Lokal
KabarRembang.net || Siang itu, suasana Taman Budaya Sambongan di Desa Glebeg, Kecamatan Sulang, terasa berbeda dari biasanya. Warna-warni karya seni menghiasi setiap sudut ruang, aroma cat dan kayu berpadu dengan percakapan hangat para seniman. Di tengah hiruk-pikuk pameran Festival Seni Sambongan yang digelar 4–5 November 2025, satu momen menarik mencuri perhatian: lukisan berjudul “Turun Gunung (Perjalanan Menuju Zamrud Khatulistiwa)” karya seniman Rembang Abdul Chamim laku terjual seharga Rp27,5 juta.
Yang membuat peristiwa ini semakin istimewa, pembelinya adalah Kapolres Rembang AKBP Dhanang Bagus Anggoro, S.I.K., M.H., seorang pejabat yang dikenal memiliki kepedulian besar terhadap dunia seni dan budaya.
“Saya merasa ada ruh dalam lukisan ini. Ada pesan tentang perjuangan, kesederhanaan, dan semangat membangun bangsa. Ini bukan hanya karya indah, tapi juga sarat makna,” ujar AKBP Dhanang usai pameran.
Dalam perbincangan dengan media, Abdul Chamim menjelaskan bahwa lukisan Turun Gunung bukan hanya sekadar representasi visual, tetapi juga refleksi spiritual dan sosial.
“Saya ingin menyampaikan pesan bahwa perubahan tidak akan datang dari atas saja. Ksatria — yang melambangkan intelektual, akademisi, agen budaya, dan tokoh agama — harus turun gunung bersama rakyat. Mereka bersama-sama membenahi negeri agar bisa menuju Indonesia Emas 2045,” ungkap Chamim dengan mata berbinar.
Menurutnya, Turun Gunung adalah simbol keberanian untuk bertindak. “Sering kali kita hanya berbicara tentang perubahan, tapi tidak pernah benar-benar turun tangan. Lukisan ini mengajak kita semua untuk ikut serta, sekecil apa pun peran kita,” tambahnya.
Chamim, yang telah lama berkarya dan aktif berpameran di berbagai daerah seperti Surabaya, Bali, Bandung, dan Jakarta, mengaku momen ini menjadi salah satu yang paling berkesan dalam perjalanan seninya.
“Bagi seniman, apresiasi seperti ini adalah napas baru. Saya bukan hanya senang karena lukisan ini terjual, tapi karena karya dari seniman lokal diakui dan dihargai. Terima kasih kepada Bapak Kapolres, ini menjadi pengingat bahwa seni tetap punya tempat di hati masyarakat,” ujarnya.
Ia juga berharap langkah Kapolres bisa menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh lain untuk ikut mendukung dunia seni rupa di Rembang.
“Kepedulian seperti ini bisa menumbuhkan semangat baru. Ketika ada perhatian dari pemimpin daerah, maka seniman akan merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkarya,” katanya.
Tidak berhenti di Turun Gunung, Kapolres Rembang juga membeli sejumlah karya lain dari seniman lokal, seperti Wayang Kaligrafi karya Pino, Garuda karya Abdul Ghofur, Kuku Pancanaka karya Jagad Jenar Ariyanto, Selendang Putih Sinta karya Jawi Maheswari Ariyanto, dan Perempuan Gunung Kapur karya Imam Bucah.
Langkah ini disambut antusias oleh para seniman peserta pameran. Mereka menilai kehadiran tokoh seperti Kapolres yang mau memberi apresiasi nyata merupakan bentuk dukungan yang sangat berarti di tengah lesunya industri seni rupa.
Festival Seni Sambongan tahun ini menjadi wadah yang mempertemukan seniman dari berbagai daerah, mulai Rembang, Tuban, Jepara, Pati, Kudus hingga Surakarta. Lebih dari sekadar ajang pamer karya, festival ini membuktikan bahwa semangat berkesenian di Rembang masih hidup dan terus tumbuh.
Turun Gunung bukan hanya judul sebuah lukisan, melainkan simbol kebangkitan. Dari tangan seorang pelukis desa, lahir pesan kebangsaan yang menggugah hati — bahkan sampai pada seorang Kapolres.
“Saya percaya, seni bisa menjadi jembatan antara masyarakat dan pemimpin. Lewat karya, kita bisa saling memahami,” tutup Chamim dengan senyum hangat.
Di tengah dunia yang serba cepat dan sibuk, kisah ini mengingatkan bahwa selembar kanvas bisa menjadi ruang refleksi, dan satu goresan kuas mampu menghidupkan kembali semangat budaya sebuah daerah.
